PASTIKAN ANDA TERGABUNG DALAM YOGA RUTIN YANG DISELENGGARAKAN OLEH UKM YOGA SETIAP HARI MINGGU DI KAMPUS STAHN GPM JAM 07.00 SUDAH MULAI.

Senin, 26 Mei 2014

TANTRA DAN YOGA

Tantra pertama kali diperkenalkan di India, 7000 tahun yang lalu oleh seorang yogi besar Sadashiva. Tantra didesain sebagai suatu sains mengenai segala aspek kehidupan, yang meliputi setiap aspek pengembangan pribadi dan social. Istilah tantra mengandung makna “sesuatu yang membebaskan dari kekasaran (ketidaktahuan)” , dan oleh karenanya, latihan-latihannya didasarkan pada suatu cara yang sistematis dan ilmiah, untuk membawa setiap individu dari tingkat kebodohannya menuju kepada satu dari iluminasi spiritual. Latihan tantra tidak terbatas pada Meditasi dan Yoga saja, namun berkembang hingga ke bidang seni, music, sastra, obat-obatan, tari-tarian, dan kesadaran akan lingkungan, singkatnya pendekatan hidup yang bersifat holistic.
Sejalan dengan perkembangan zaman, banyak berbagai cabang-cabang dan turunan Tantra yang berbeda telah berkembang. Sebuah cara yang dipersingkat hal ini diperlihatkan didalam diagram. Dari diagram ini, dimungkinkan untuk melihat bagaimana telah beragamnya tantra, dan bagaimana hampir setiap jenis “YOGA” yang kita punyai saat ini dapat ditelusuri kembali pada asalnya dalam ajaran dari Sadashiva. 
Pembagian tantra kedalam wilayah khusus serta berbeda, telah mengarah pada hilangnya efektifitas dan harmoninya sebagai sebuah filosofi hidup yang lengkap dan menyeluruh. Hal ini sama halnya dengan cerita lima orang buta yang diminta oleh seorang raja untuk menggambarkan bentuk seekor gajah. Orang pertama, memegang ekor gajah dan berkata bahwa gajah adalah binatang yang panjang dan bulat. Orang berikutnya, memegang telinga gajah dan berkata bahwa gajah adalah seekor binatang yang besar, gendut dan bulat. Demikian seterusnya, masing-masing orang menggambarkan gajah tersebut dengan cara yang berbeda. Meskipun masing-masing dari mereka menggambarkan satu bagian secara benar, namun tidak dalam bentuk gambar gajah secara utuh. Hal yang sama terjadi juga pada Tantra. Cabang-cabang yang berbeda boleh jadi memusatkan diri pada wilayah tertentu saja, namun pandangan keseluruh menjadi hilang.
Tantra merupakan sainss tak terbatas waktu dan relevansinya bagi dunia saat ini tidak lebih rendah dari masa lalu. Dibidang sains, kesehatan dan psikologi, para ilmuwan modern hanya mulai mengerti dan mengakui ajaran-ajaran yang ada di balik tantra anlisisnya mengenai pikiran manusia telah membuka suatu wawasan mengenai psikologi. Banyak dokter yang ahli kesehatan menyadari bahwa latihan dan postur-postur yoga yang terdapat pada tantra telah berkembang jauh melampoi cakupan obat-obatan “ortodoks”. Bagi dunia dewasa ini, dengan semua komplikasi dan kebingungannya yang terkait dengannya, tantra adalah suatu pemecahan yang ilmiah bagi masalah-masalah yang menimpa umat manusia. Terlebih lagi, tantra mengajarkan bahwa orang harus mengambil pandangan objektif terhadap segala sesuatu dalam hidup dan hidup dengan positif / untuk selalu melakukan tindakan-tindakan yang dapat membantu perkembangan evolisi kita, perkembangan kita menuju yang agung. Tantra memberikan pedoman untuk membedakan antara hal-hal yang membawa kemanusiaan kepada kebesaran dengan hal-hal yang membawa kepada kebingungan, kegelapan dan ketidaktahuan. Tantra merupakan sains beserta penerapannya dalam pemakaian sehari-hari, bagi semua orang di dalam setiap sudut dunia.
Sekitar 100 SM , tantra di bagi menjadi delapan cabang oleh Patanjali, yang diberi nama Austanga Yoga. “Austanga” mengandung arti delapan cabang dan “Yoga” arti penyatuan/maksudnya penyatuan identitas individu, kesadaran individu dengan kesadaran kosmik, Sang Pribadi.
Sumber : http://yogaismylifestyle.blogspot.com/p/tantra-dan-yoga.html
DHARMA YOGA!!!!!!!!!!!!!! SATYA!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!
Bersama kita kuat

Kuat karena kita bersama

Jumat, 16 Mei 2014

SELAYANG PANDANG HARI RAYA GALUNGAN

         Sehubungan dengan akan dirayakannya hari raya Galungan, maka pada kesempatan yang berbahagia ini timbul keinginan saya untuk berbagi apasih dan bagaimana pelaksanaan Galungan. Tapi semua daerah memang tidak sama sesuai dengan Desa, Kala, dan Patra. pada kesempatan ini, saya akan uraikan secara umum tentang galungan yang sumber informasinya saya dapat beberapa dari internet dan ada juga dari hasil wawancara terhadap ibu sendiri. jadi langsung saja ya! semoga bermanfaat!!!!!


I.         Makna dan Fungsi
Kata “Galungan” berasal dari bahasa Jawa Kuna yang artinya menang atau bertarung. Galungan juga sama artinya dengan dungulan, yang juga berarti menang. Karena itu di Jawa, wuku yang kesebelas disebut Wuku Galungan, sedangkan di Bali wuku yang kesebelas itu disebut Wuku Dungulan. Namanya berbeda, tapi artinya sama saja. Dari hal tersebut, bisa diperluas bahwa makna perayaan Galungan adalah untuk memperingati kemenangan dharma atas adharma. Namun dari sisi lain Makna Filosofis Galungan adalah suatu upacara sakral yang memberikan kekuatan spiritual agar mampu membedakan mana dorongan hidup yang berasal dari adharma dan mana dari budhi atma yaitu berupa suara kebenaran (dharma) dalam diri manusia.
Jadi, inti Galungan adalah menyatukan kekuatan rohani agar mendapat pikiran dan pendirian yang terang. Bersatunya rohani dan pikiran yang terang inilah wujud dharma dalam diri. Sedangkan segala kekacauan pikiran itu adalah wujud adharma. Untuk memenangkan dharma itu ada serangkaian kegiatan yang dilakukan sebelum dan setelah Galungan.
Perayaan Galungan ini dilakukan tidak lewat begitu saja, tetapi ada fungsi yang diproleh setelah melaksanakan hari raya ini, antara lain:
a.       Untuk menyadarkan semua umat agar selalu mengutamakan Dharma dalam setiap tindakan. Sebagaimana simbolis perayaan Galungan, kemenangan Dharmalah yang dirayakan.
b.      Untuk membangkitkan kembali vibrasi kesucian di bumi ini, sebagaimana yang disaksikan bahwa Galungan dirayakan serempak di semua tempat.
c.       Secara sosial untuk lebih meningkatkan keakraban antar sesama, yang mana pada hari raya ini, semua keluarga besar akan berkumpul bersama di Sanggah Kemulan.

II.      Pelaksanaan
Hari raya galungan dirayakan oleh umat Hindu setiap enam bulan (210 hari) sekali berdasarkan perhitungan wuku, yaitu jatuh pada Buda Kliwon Wuku Dunggulan. Peringatan Hari Raya Galungan sebenarnya sudah dimulai beberapa hari sebelum Galungan dan berakhir beberapa hari setelah Kuningan. Galungan minus enam, hari Kamis (Wrespati) Wage wuku Sungsang, disebut Sugimanek (Sugihan) Jawa adalah hari kedatangan para Dewa ke Bumi. Pada hari ini umat melakukan upacara ditujukan kepada para Dewa dan leluhur. Galungan minus lima, hari Jumat (Sukra) Keliwon Sungsang disebut Sugimanek (Sugihan) Bali adalah hari untuk membersihkan diri. Umumnya umat melakukan upacara di pura (matirtha yatra), berdoa dan lebih menghayati ajaran dalam Kitab Suci Weda. Galungan minus tiga hari Minggu (Redite) Pahing Dungulan adalah hari dimana umat disarankan untuk melakukan semadi untuk menenangkan diri. Pada hari ini biasanya disebut sebagai hari penyekeban, yang mana para umat mulai “nyekeb” buah yang akan digunakan pada hari raya. Pada tiga hari sejak hari Minggu akan datang tiga macam Bhuta yang akan menggoda pikiran kita yaitu Bhuta Galungan, Bhuta Dungulan, and Bhuta Amangkurat. Dan salah satunya, yatu Butha Galungan telah turun pada penyekeban ini.
Galungan minus dua, yakni Soma Pon Wuku Dunggulan, disebut dengan hari penyajan. Pada hari ini turun Butha Dunggulan. Pada hari inilah umat membuat berbagai jenis kue yang akan digunakan pada saat merayakan galungan. Sedangkan, Galungan minus satu, hari Selasa (Anggara) Wage Dungulan disebut Penampahan, biasanya umat melakukan pemotongan hewan untuk keperluan upacara. Juga melakukan caru/segehan di halaman rumah ditujukan kepada Sang Bhuta Galungan. Pada puncaknya yaitu Galungan, hari Rabu (Budha) Keliwon Dungulan adalah hari kemenangan atas ujian mental selama 3 hari dari Sang Bhuta Galungan sekaligus simbol kemenangan Dharma melawan Adharma. Persembahan ditujukan kepada Tuhan dan leluhur yang turun ke dunia. Galungan plus satu, hari Kamis (Wrespathi) disebut Umanis Galungan, adalah hari dimana umat bisa menikmati hari kemenangan. Umumnya orang melakukan rekreasi ke tempat-tempat wisata. Galungan plus lima, hari Senin (Soma) Keliwon Kuningan, disebut Pamacekan Agung, adalah hari untuk berdoa untuk tujuan yang mulia dan kebersihan. Galungan plus sepuluh, hari Sabtu (Saniscara) Keliwon Kuningan, disebut Tumpek Kuningan, hari datangnya para Dewa dan luluhur ke dunia, namun hanya sampai pukul 12 siang. Itulah sebabnya umat melakukan upacara sebelum tengah hari berlalu. Galungan plus 35 hari, hari Rabu (Buda) Keliwon Pahang, disebut Pegat Wakan, adalah hari terakhir dari rangkaian meditasi selama 42 hari sejak Sugimanek Jawa.
Namun dari semua rentetan upacara dalam Galungan, yang akan saya uraikan hanya dari Penyekeban hingga Umanis Galungan saja.

III.   Perlengkapan Upakara
Dari rentetan upacara dalam memperingati Galungan, sudah pasti ada berbagai upakara yang diperlukan untuk memperlancar prosesi upacara:
a.      Penyekeban
Hari ini jatuh pada Redite Pahing Dungulan, Butha Galungan yang ingin memakan dan meminum dunia ini. Menjaga kesucian agar tidak dimasuki unsur – unsur negatif. Dalam menjaga kesucian umat biasanya hanya melakukan persembahyangan biasa di pemerajan masing-masing. Kalau di rumah saya sudah cukup dengan hanya menghaturkan canang.
b.      Penyajan
Hari ini jatuh pada Soma Pon Dungulan, hari untuk melaksanakan yoga semadi manunggal dengan para Batara – Batari, turun Butha Dunggulan yang berusaha mengganggu keseimbangan pikiran manusia. Pada hari ini juga biasa dilakukan penangkapan (Pengejukan) binatang yang akan dipotong pada saat penampahan. Dan Kalau di rumah saya sarana upakara pada hari ini tidak ada yang spesial, sudah cukup hanya dengan menghaturkan canang.

c.       Penampahan
Hari ini jatuh pada Anggara Wage Dungulan, upakaranya: segehan warna 3 sinasah (tandinganya manut urip), iwak olahan bawi (jejeron), saha tetabuhan, segehan agung satu. Upakara itu digunakan pada saat memotong binatang, sedangkan upakara lain berupa nasi cacah yang dihaturkan disetiap pelinggih sanggah maupun penugu karang. Serta ada dibuatkan Sodaan untuk para leluhur agar juga turut hadir dalam perayaan hari raya Galungan.
d.      Galungan
Galungan yang jatuh pada Buda Kliwon Dunggulan dirayakan serentak diseluruh daerah, yang mana sarana upakaranya berbeda di masing-masing daerah sesuai desa kala patra. Kalau berkaca dari upakara yang digunakan dalam perayaan Galungan yang dilakukan di rumah saya, menggunakan:
1.      Pesucian, yang disebut Peningan dengan anak 7 berisi Gamongan, Kunyit, Jajan gina dibakar, Cendana, Minyak Goreng, Pandan arum, dan daun pucuk.
2.      Banten pelinggih, berisi beras dan uang bolong sejumlah 200 (pis satakan).
3.      Tigasan
4.      Banten Rayunan, yang berisi takir sejumlah empat. Masing-masing berisi daging, bawang goreng, air, dan kacang. Kemudian di tengah-tengah diisi nasi kepel (telompokan).
5.      Jerimpen sejumlah 2, satu jerimpen berisi jajan gina, beras, dan porosan. Jerimpen yang lagi satu berisi jajan gine, tumpeng, dan tangkih lengkap isi.
6.      Pada saat galungan juga dibutuhkan api takep sejumlah 4 (kalau di rumah saya, 2 di pemerajan, 1 di halaman, dan 1 di gerbang rumah)
7.      Banten ajuman Putih Kuning, yang nanti ada disebut banten celeng, dan banten selam. Perbedaan hanya terletak pada daging yang digunakan di banten. Banten ini diunggahkan di semua prlinggih baik di sanggah maupun penugun Karang. Serta di plankiran rumah juga.
8.      Tipat Kelanan untuk diuggahkan di Pelinggih Ngelurah.
9.      Cenigan, sebagai alas ketika menghaturkan banten dimanapun.
10.  Banten Bayuhan
11.  Munjungan, yakni sejenis Sesodaan yang dihaturkan untuk para leluhur yang belum diaben.
e.       Umanis Galungan
Umanis Galungan jatuh pada Wraspati Umanis Dunggulan, pada saat ini tidak ada upakara yang terlalu mencolok, di rumah saya hanya memakai canang ajuman putih kuning biasa dengan mengganti canang beberapa banten inti seperti pesucian, Banten Pelinggih, Rayunan, dan banten Bayuhan.

 
IV.   Tata Cara Pelaksanaan
Sesuai dengan Upakara yang berbeda di setiap daerah, tata cara pelaksanaannyapun juga berbeda, kalau di rumah saya, tata caranya sebagai berikut:
a.      Penyekeban
Pada saat ini persembahyangan dilaksanakan pada sore hari, yaitu pertama-tama nguggahang canang di setiap pelinggih dilanjutkan dengan persembahyangan.
b.      Penyajan
Pada saat ini persembahyangan dilaksanakan sama dengan pada saat penyekeban, yakni pada sore hari, yaitu pertama-tama nguggahang canang di setiap pelinggih dilanjutkan dengan persembahyangan.
c.       Penampahan
Pada saat ini urutan upacara yang dilakukan:
1.      Ngaturang segehan, iwak olahan bawi (jejeron), saha tetabuhan, segehan agung satu di halaman rumah, memohon agar Butha Amngkurat tidak mengganggu.
2.      Ngaturang Nasi Cacah di semua pelinggih, kemudia Sodaan di Pelinggih Pesimpangan Yang, dengan harapan Hyang Bethara Guru serta para leluhur hadir dalam upacara.
3.      Sembahyang.
d.      Galungan
Pada saat Galungan, tata cara pelaksanaannya adalah:
1.      Memasang Cenigan di semua Pelinggih
2.      Ngunggahan Banten yang telah dibuat disemua pelinggih, termasuk banten yang di kamar masing-masing.
3.      Ngunggahan Munjungan di Bale Dangin.
4.      Ngaturang Api Takep, 2 di sanggah, 1 di halaman rumah, dan 1 di gerbang.
5.      Ngayab Banten, sekaligus Ngacep Bhatara-Bhatari yang dipuja, lalu sembahyang.
6.      Nunas Wangsuh Pada.
7.      Ngayab Banten yang di Tugu Karang, kamar dan tempat lainnya.
8.      Ngayab Munjungan.
9.      Sembahyang Keliling ke Sanggah Kemulan, Pura, dan lainnya.
e.       Umanis Galungan
Pada saat Umanis Galungan tata cara pelaksanaannya adalah:
1.      Nganyarin Canang bebantenan
2.      Ngunggahan Banten ajuman Putih-Kuning di semua pelinggih
3.      Ngayab Banten, sekaligus Ngacep Bhatara-Bhatari yang dipuja, lalu sembahyang.
4.      Nunas Wangsuh Pada.
5.      Acara bebas (biasanya berekreasi, mesima krama, dan lainnya)
By: Rudiarta




MANTRA-MANTRA UNTUK MELAKUKAN JAPA


Oleh: I Wayan Rudiarta

Hai sahabat Blogger, pada kesempatan ini saya pos beberapa mantra yang biasa digunakan oleh orang-orang. semoga dengan posting ini akan memberi manfaat bagi semuanya. Apabila ada kekurangan saya mohon maaf karena saya mengutif ini dari buku "Japa Yoga" karya Svami Sivananda. kenapa saya mengutif? karena saya rasa dengan berbagi mantra-mantra ini akan lebih manambah pemahaman kita bersama. langsung saja yah!

NO
MANTRA
DEVATA
1
Om Sri Maha Ganapataye Nama
Deva Ganapati (Ganesa)
2
Om Namah Sivaya (panca aksara mantra)
Deva Siva
3
Om Namo Narayanaya
Deva Visnu
4
Harih Om
Deva Hari
5
Harih Om Tat Sat
Deva Hari
6
Hare Rama Hare Rama, Rama Rama Hare Hare,
Hare Krsna, Hare Krsna, Krsna Krsna Hare Hare
Maha Mantra
7
Om Namo Bhagavate Vasudevaya
Deva Krsna
8
Om Sri Krsnaya Govinda,
Gopijana Vallabhaya Namah
Deva Krsna
9
Sri Krsnaya Namah
Deva Krsna
10
Om Sri Rama, Jaya Rama, Jaya Jaya Rama
Deva Rama
11
Om Sri Ramaya Namah
Deva Rama
12
Om Sri Sita-Ramacandrabhyam Namah
Deva Rama
13
Sri Rama Rama Rameti, Rame Rame Manorame
Sahasranama Tattulyam Rama Nama Varanane
Deva Rama
14
Apadam apaharttaram Dataram Sarvasampadam;
Lokabhiramam Sri Ramam Bhuyo Bhuyo Namamyaham
Deva Rama
15
Artanamarthihantaram Bhitanam Bhitanasanam; Dvisatam Kaladandam Tam Ramacandram Namamyaham
Deva Rama
16
Ramaya Rambhadraya Ramacandraya Vedhase
Raghunathaya Nathaya Sitayah Pataye Namah
Deva Rama
17
Sita Rama; Radhe Syama; Radhe Krsna
Jugal Mantra
18
Om Sri Ramah Saranam Mama
Saranagati Mantra
19
Om Sri Krsnah Saranam Mama
Saranagati Mantra
20
Om Sri Sita-Ramah Saranam Mama
Saranagati Mantra
21
Om Sri Ramacandra-Caranau Saranam Prapadye
Saranagati Mantra
22
Om Sriman Narayana Caranau Saranam Prapade
Saranagati Mantra
23
Sakrdeva Prapannaya Tavasmiti Ca Yacate; Abhayam
Sarvabhutebhyo Dadamyetad Vratam maam
Saranagati Mantra
24
Om Sri Hanumate Namah
Sri Hanuman
25
Om Sri Sarasvatyai Namah
Sri Sarasvati
26
Om Sri Kalikayai Namah
Sri Kalika
27
Om Sri Durgayai Namah
Sri Devi
28
Om Sri Maha-Laksmyai Namah
Sri Laksmi
29
Om Sri Sarvanabhavaya Namah
Deva Subrahmanya atau                          Kartikeya

30
Om Sri Tripura-Sundaryai Namah
Tripura Sundari
31
Om Sri Bala-Paramesvaryai Namah
Sarada
32
Om So’Ham
Rumusan Vedanta
33
Om Aham Brahma Asmi
Rumusan Vedanta
34
Om Tat Tvam Asi
Rumusan Vedanta
35
Om Trayambakam Yajamahe Sugandhim Pustivardhanam, Urvarukamiva Bhandanam-Mrtyormuksiya Mamrtat
Maha-Mrtyunjaya

Sabtu, 10 Mei 2014

UNIT KEGIATAN MAHASISWA SEBAGAI WAHANA MENCARI JATI DIRI

               

By: Gus Yoga Pramana

               Unit Kegiatan Mahasiswa (disingkat UKM) adalah wadah aktivitas kemahasiswaan untuk mengembangkan minat, bakat dan keahlian tertentu bagi para anggota-anggotanya. lembaga ini merupakan partner organisasi kemahasiswaan intra kampus lainnya seperti senat mahasiswa dan badan eksekutif mahasiswa, baik yang berada di tingkat program studi, jurusan, maupun universitas. Lembaga ini bersifat Otonom, dan bukan merupakan sob-ordinat dari badan eksekutif maupun senat mahasiswa. (Sumber : Wikipedia Indonesia)
            Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri Gde Pudja Mataram  merupakan Sekolah Tinggi Agama Hindu yang berada di daerah kota Mataram, dengan mahasiswa yang heterogen, artinya  memiliki perbedaan latar belakang, minat dan bakat. Sehingga dalam penyaluran minat dan bakat tersebut terdapat wadah berupa Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) baik yang bersifat akademik maupun non akademik diantaranya UKM Yoga, UKM Tari, UKM Tabuh, UKM Mejaitan, UKM Dharmagita, MENWA, dan lain sebagainya.
            Unit Kegiatan Mahasiswa tersebut diatas memiliki ciri khas masing-masing, sehingga mahasiswa dapat memilih sesuai dengan minat dan kepribadiannya. Tetapi kenyataan yang terjadi dewasa ini terkadang mahasiswa kurang tertarik untuk mengikuti atau mau ikut bergabung dalam Unit Kegiatan Mahasiswa tersebut bahkan tidak jarang di temukan banyak mahasiswa yang sama sekali tidak mengikuti salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa. Padahal Unit Kegiatan Mahasiswa merupakan wadah bagi mahasiswa untuk mencari pengalaman, teman/pacar, ilmu bahkan jati dirinya. Sehingga pada saat di masyarakat nanti penerapan ilmu yang di dapatkan pada saat di bangku perkuliahan dapat di terapkan di masyarakat.
            Dalam penerapannya mahasiswa perlu mendalami bakat yang ia miliki sehingga memunculkan jati dirinya dengan ciri khas mereka masing-masing. Jadi mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa tidak hanya sekedar tahu akan apa yang terdapat di dalamnya tetapi perlu adanya tindakan berupa mendalami apa yang manjadi minat kita sehingga nantinya akan menjadi ciri khas atau jati diri kita sebagai mahasiswa.

So,,, Tunggu apa lagi ayo kita temukan jati diri dan dimana bakat kita sebenarnya dengan mengikuti salah satu Unit Kegiatan Mahasiswa di STAHN Gde Pudja Mataram.



Yang Paling Sering dikunjungi